Biografi Kho Ping Hoo:
Asmaraman Sukowati atau Kho Ping Hoo adalah penulis cersil yang sangat populer di Indonesia. Kho Ping Hoo dikenal luas karena kontribusinya bagi literatur fiksi silat Indonesia, khususnya yang bertemakan Tionghoa Indonesia yang tidak dapat diabaikan. Selama 30 tahun ia telah menulis sedikitnya 120 judul cerita. Lahir: 17 Agustus 1926, Kabupaten Sragen. Dalam sejarah cerita silat, barangkali tidak ada karya yang bertahan puluhan tahun seperti Ping Hoo. Namanya lebih terkenal ketimbang para sastrawan. Cerita-cerita Kho Ping Hoo banyak dihiasi kata mutiara maupun hikmah positif yang bisa dipetik pembaca tanpa harus menganalisisnya secara rumit. Ia memiliki prinsip yang banyak dianut oleh orang dari berbagai latar belakang, termasuk pengusaha dan politikus, “Seorang musuh terlalu banyak buat saya, tetapi sejuta sahabat masih kurang.” Meski sudah dipanggil Sang Pencipta pada hari Jumat, 22 Juli 1994, Kho Ping Hoo masih dikenang oleh jutaan penggemarnya dari semua generasi hingga saat ini.
Sinopsis:
"Inilah lanjutan dari serial komik legendaris Bu Kek Siansu dan Suling Emas, yang nantinya bakal berkembang menjadi, Mutiara Hitam, Pendekar Super Sakti dll...silahkan terus dibaca mulai Edisi ini dan seterusnya...”
BEBASBARU.COM, MAHAKARYA-Cerbung - Hanya bertiga, namun dengan pedang curian itu dan dengan ilmu warisan Kim-lun Seng-jin, terasa betapa lemahnya tiga orang pengeroyoknya dan betapa mudah ia merobohkan mereka!
Lin Lin menoleh dan melihat Bok Liong masih bertanding hebat dengan pemuda jangkung yang sombong itu. “Liong-twako, jangan takut, pedangku akan mencabut nyawanya!” seru Lin Lin dan cepat ia menerjang.
Sinar kuning berkelebat dan Suma Boan mengeluh sambil membuang diri ke kiri lalu berjungkir balik. Pucat wajahnya karena hampir saja ia menjadi korban sinar pedang yang mengandung hawa dingin seperti es.
Ia tadi terlalu memandang rendah. Kiranya selain pemuda lawannya itu hebat, juga gadis itu amat lihai dan ganas ilmu pedangnya. Lin Lin hendak menerjang lagi, akan tetapi tangannya disambar Bok Liong, ditarik dan pemuda itu berkata.
“Moi-moi, mari kita pergi, jangan bikin kacau rumah orang!” Lin Lin baru teringat bahwa sebetulnya bukan menjadi kehendak mereka bertempur dengan orang-orang itu.
Tadi ia terpaksa merobohkan lawan karena ia dikeroyok. Sekarang, apa perlunya bertanding terus? Ia tidak bermusuhan dengan pemuda bangsawan itu. Malah pemuda itu telah berjasa dalam menyebut-nyebut Suling Emas tadi.
Ia tahu sekarang ke mana harus mencari Suling Emas, musuh besarnya. Ke kota raja. Di dalam gedung perpustakaan istana! Hatinya girang mengingat akan hal ini dan ia cepat meloneat pergi bersama Bok Liong, menghilang ke dalam gelap.
Suma Boan tidak mengejar. Pemuda bangsawan ini cukup cerdik dan hati-hati. Dua orang itu lihai, dan belum ia kenal siapa mereka.
Tiga orangnya telah roboh, mengapa ia harus mengejar tanpa bantuan yang kuat? Setelah berlari jauh meninggaikan kota Pao-teng, Bok Liong dan Lin Lin berhenti untuk mengatur napas.
Artikel Terkait
Mahakarya: Kho Ping Hoo Cinta Bernoda Darah (episode 112), Bok Liong Sadar, Lin Lin Gadis Polos yang Merantau
Mahakarya: Kho Ping Hoo Cinta Bernoda Darah (episode 113), Bok Liong Makin Tergila-gila dengan Lin Lin
Mahakarya: Kho Ping Hoo Cinta Bernoda Darah (episode 114), Bertemu Pengemis yang Dulu Mengeroyok!
Mahakarya: Kho Ping Hoo Cinta Bernoda Darah (episode 115), Cita-cita Besar Pangeran Suma Boan
Mahakarya: Kho Ping Hoo Cinta Bernoda Darah (episode 116), Lin Lin dan Bok Liong Dipergoki Suma Boan
Mahakarya: Kho Ping Hoo Cinta Bernoda Darah (episode 117), Bok Liong Sama Kuat Beradu dengan Suma Boan